ASUHAN KEPERAWATAN JIWA Sdr. I DENGAN FOKUS INTERVENSI PSIKORELIGIOUS DZIKIR UNTUK MENGURANGI BISIKAN SUARA PADA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN

Authors

  • Linda Kim Universitas An nuur
  • Rahmawati Universitas An Nuur

Keywords:

Terapi psikoreligious dzikir, halusinasi pendengaran

Abstract

Pendahuluan

Kesehatan jiwa individu bisa dilihat melalui beberapa hal, seperti individu berada dalam kondisi fisik, sosial dan mental yang terbatas dari gangguan (penyakit) sehingga kemungkinan individu untuk mampu melakukan hubungan sosail yang memuaskan dan hidup sebagi manusia yang produktif. (Emulyani & Herlambang, 2020) .

Gangguan jiwa yang menjadi fokus dalam keperawatan kesehatan jiwa adalah skizofrenia atau gangguan jiwa kronik. Skizofrenia sangat terkait dengan kecatatan yang cukup besar dan dapat mempengaruhi kinerja pendidikan dan pekerjaan. Selain itu, masalah yang muncul adalah adanya stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia bagi penderita skizofrenia.Menurut World Health Organization (WHO) gangguan jiwa terutama schizophrenia yang merupakan gangguan mental kronis menyerang lebih dari 20 juta penduduk di dunia, lebih dari 69 penderita skizofrenia tepat 90 tidak mendapatkan pengobatan. Kurangnya akes pelayanan kesehatan mental merupakan masalah yang sangat penting,selain itu orang dengan skizofrenia tidak mencari perawatan dibandingkan populasi umum. (Akbar, 2022).

Prevalensi skizofrenia di Indonesia saat ini sangat tinggi dan mengalami penigkatan. Pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)tahun 2013 adalah sebesar 1,7/1000 rumah tangga dan hasil (Riskesdes) 2018 meningkat menjadi 6,7/000 perumah tangga yang terdapat orang gangguan jiwa (ODGJ). Prevalensi tertinggi terjadi di Provinsi Bali sebesar 11,1/1000 tertinggi kedua di Yogyakarta sebesar 10,4 per 1000, sedangkan terendah di Maluku yaitu sebesar 3,9/1000. Untuk Provinsi Lampung jumlah penderita gangguan jiwa didapatkan sebesar 6,01/1000. Prevalensi skizofrenia di provinsi Lampung tertinggi terjadi di wilayah Kota Bandar Lampung yaitu mencapai 11,76/1000 dan terendah terjadi di Metro yaitu 1,45/1000.sedangkan di UPTD Puskesmas Metro jumlah penderita skizofrenia tahun 2020 sebanyak 42 orang dan tahun 2021 sebanyak 53 orang. ( Akbar, 2022).

             Berdasarkan data riset yang di dapat dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Arif Zainudin Surakarta angka kejadian gangguan jiwa pada tahun 2021 Data penderita gangguan jiwa Halusinasi 3.341 orang (72,28%), Resiko Perilaku Kekerasan 1049 orang (22,69%), Harga Diri Rendah 14 orang (0,30%), Isolasi Sosial 103 orang (2,22%), Resiko Bunuh Diri 48 orang (1,03%), Waham 17 orang (0,36%), Defisit Perawatan Diri 22 orang (0,47%), Anxietas 28 orang (0,60%) ( Rumah Sakit Jiwa Dr. Arif Zainudin Surakarta, 2015). Pravelensi diagnosa skizofrenia tak terinci satu tahun terakhir di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tahun 2021 (61,4%), Rumah Sakit Jiwa Dr. Arif Zainudin Surakarta, 2021.

Gejala umum terjadinya skizofrenia adalah munculnya halusinasi yaitu suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Diantaranya jenis halusinasi yang ditemukan pada penderita skizofrenia adalah halusinasi pendengaran. Halusinasi ini paling sering dijumpai berupa bunyi mendenging atau suara bising. Biasanya suara tersebut ditunjukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara – suara datang dari bagian tubuhnya sendiri. Suara yang muncul bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik,tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang menakutkan dan kadang- kadang mendesak/memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh dan merusak. (Akbar, 2022).

Dampak yang terjadi pada pasien halusinasi cukup beragam, seperti munculnya histeria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, ketakutan yang berlebihan, dan pikiran yang buruk. Sebagai upaya meminimalkan komplikasi atau dampak dari halusinasi tersebut dibutuhkan pendekatan dan penatalaksanaan untuk mengatasi gejala halusinasi. Penatalaksanaan pada skizofrenia berupa terapi farmokologi dan non farmokologi. Pada terapi farmokologi lebih mengarah ke pengobatan antipsikotik sementara terapi non farmokologi lebih pada pendekatan terapi modalitas. Diantara terapi non farmokologi yang direkomendasikan dalam upaya untuk mengatasi halusinasi adalah terapi psikoreligious (Akbar, 2022).

Terapi psikoreligius (dsikir dan doa) merupakan terapi psikiatri setingkat lebih tinggi dari pada psikoterapi biasa, hal ini dikarenakan doa dan dzikir mengandung unsur spiritual yang dapat membangkitkan harapan (hope) dan rasa percaya diri (self confidence) pada diri seseorang yang sedang sakit sehingga kekebalan tubuh serta proses penyembuhan dapat meningkat. Terapi tersebut suara tersebut dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat bahkan dzikir apabila dilafalkan secara baik dan benar dapat membuat hati menjadi tenang dan rileks. Terapi dzikir dapat diterapkan pada pasien halusinasi karena ketika pasien melakukan terapi dzikir dengan tekun dan memusatkan perrhatian yang sempurna (khusus) dapat memberikan dampak saat halusinasinya muncul dimana pasien bisa menghilangkan suara-suara yang tidak nyata dan lebih dapat menyibuk kan diri dengan melakukan terapi dzikir. 

Penelitian yang dilakukan Emulyani dan Herlambang (2020) menunjukan bahawa terapi dzikir terbukti efektif menurunkan tanda dan gejala halusinasi, rata - rata gejala halusinasi setelah pemberian terapi dzikir lebih rendah secara bermakna dibandingkan sebelum pemberian terapi dzikir. Penelitian yang dilakukan Dermawan (2017) pendekatan propses keperawatan (nursing proses) juga membuktikan bahwa terapi dzikir terbikti dapat menurunkan gejala halusinasi pendengaran. Adapun Tujuan dan penerapan ini adalah untuk mengetahui manfaat terapi spiritual: dzikir terhadap gejala halusinasi pendegaran. (Akbar, 2022)

 

Metodologi

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Menurut (Sujarweni, 2014) penelitian kuantitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi yaitu peneliti menghimpun data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Penelitian kuantitatif pada umumnya menjelaskan dan memberi pemahaman dan interpretasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman manusia (individu) dalam berbagai bentuk. Proses hubungan sosial individu dengan individu lain dan lingkungannya yang berujung membentuk suatu konsep, hipotesis, atau teori baru, pemahaman budaya, perilaku atau kebiasaan saling berbagi satu sama lainnya dan menjadi perilaku dan budaya dalam aktivitas kesehariannya juga merupakan fenomena yang dapat diteliti dengan metode kuantitatif (Afiyanti, 2014).

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian mengenai manusia (dapat suatu kelompok, organisasi maupun individu), peristiwa, latar secara mendalam, tujuan dari penelitian ini mendapatkan gambaran yang mendalam tentang suatu kasus yang sedang di teliti. Pengumpulan datanya diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi (Sujarweni, 2014) Jika pendekatan studi kasus berupa kasus tunggal, kasus tersebut merupakan kasus khusus dan memiliki keunikan, sementara, jika berupa kasus multipel (banyak), kasus-kasus tersebut akan dibandingkan satu sama lain. Subjek penelitian ini adalah klien yang menderita Halusinasi Pendengaran. Waktu dan tempat akan dilaksanakan pada bulan Maret 2022 di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainuddin Surakarta dengan berfokus pada satu klien yang mengalami Halusinasi Pendengaran. Penelitian ini berfokus pada pengelolaan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Halusinasi Pendengaran, dengan melakukan tindakan pemberikan terapi dzikir pada klien agar klien bisa mengontrol halusinasinya. Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara, lembar observasi, alat tulis, dan kertas berlafal dzikir. Teknik Analisa menggunakan transkrip wawancara. Peneliti meminta klien untuk melakukan tindakan dzikir ketika pasien mendengar suara - suara palsu, ketika waktu luang, dan ketika pasien selesai melaksanakan sholat wajib. Penelitian ini merupakan proses untuk memperoleh informasi dengan cara cara tanya jawab secara tatap muka antara peneliti (sebagai pewawancara dengan atau tidak menggunakan pedoman wawancara) dengan subyek yang diteliti. Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan harapan peneliti, maka dibutuhkan waktu yang relatif lama dalam melakukan proses wawancara yang sedetail-detailnya dan hal ini bisa berlangsung secara berulang-ulang.

 

Hasil

klien mampu membina hubungan saling percaya, suara-suara tidak lagi datang ketika klien bedzikir. Klien merasa tenang lebih tenang. Klien mulai rutin meminum obat. Dan klien mau berinteraksi dengan teman atau perawat.

 

Pembahasan

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang di alami suatu persepsi panca indra tanpa stimulus : persepsi palsu (Prabowo, 2019). Pengimplementasian terapi psikoreligious dzikir pada Sdr. I yang dikolaborasikan dengan SP3 untuk menangani pasien halusinasi pendengaran.

 

 

Hari/Tgl : Jumat, 15 Juli 2022

Data : 

Klien mengatakan hari ini perasaannya senang,

Klien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara yang membisikinya.

Klien udah melakukan kegiatan yang sudah dijadwalkan,

Klien nampak antusias dalam melaksanakan jadwal kegiatannya.

Dx. Keperawatan :

Halusinasi pendengaran.

Tindakan Keperawatan:

SP3 :

Memvalidasi SP1 dan SP2.

Mengindentifikasi kegiatan yang biasa dilakukan klien.

Mengajarkan klien untuk mengontrol halusinasi dengan berdzikir.

Memasukkan kegiatan yang dipilih kedalam jadwal kegiatan.

RTL :

Eavluasi SP1 sampai SP3

Latih pasien cara meminum obat secara teratur.

S : 

“Slamat pagi mbak. L.”

”saya sudah tidak mendengar suara-suara itu lagi mbak..”

“saya sudah melakukan cara-cara yang mbak ajarkan. “Saya bisa berdzikir dengan mengucapkan lafal “Astagfirullah”, “Laa Illaha Illallah”, “Allah hu Akbar”. “saya sehabis sholat akan membaca “Astagfirullah”, “Laa Ilaaha Illallah”. begitu juga saat nanti sendirian saya akan membaca dzikir untuk menghilangkan halusinasi saya.”

O : 

klien nampak senang.

Klien nampak antusias dalam melaksanakan kegiatn yang sudah terjadwal.

A :

Klien mampu mengikuti kegiatan dengan baik.

 P : 

Perawat :

Evaluasi SP1-SP3 lanjut SP4

Klien :

Menganjurkan klien untuk melakukan kegiatan yang sudah di jadwalkan.

 

 

 

 

Kesimpulan

Sdr.I mengatakan sering mendengar bisikan wanita yang menyuruhnya untuk pergi dari rumah. Sdr.I mengatakan suara tersebut datang ketika klien sedang sendiri. Klien sering mondar-mandir, tertawa sendiri, dan bicara sendiri. Maka timbul masalah keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran.

 

 

 

Downloads

Published

2022-08-20